Tugas Teori Komunikasi 2
Teori Konstruksi Realitas Sosial
Disusun Oleh:
Nama :
Rahma Nuzula Putri
NIM : 2015-52-180
Dosen : Ibu Ummanah
Tahun Ajaran
2016-2017
Teori
Konstruksi Realitas Sosial
Konstruksi Sosial atas Realitas (Social
Construction of Reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui
tindakan dan interaksi dimana individu atau sekelompok individu, menciptakan
secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara
subjektif. Teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas
sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu, yang merupakan
manusia bebas. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi
berdasarkan kehendaknya, yang dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk
bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata sosialnya. Dalam proses
sosial, manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas
di dalam dunia sosialnya.
Konstruksi sosial merupakan teori
sosiologi kontemporer, dicetuskan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann.
Teori ini merupakan suatu kajian teoritis dan sistematis mengenai sosiologi
pengetahuan (penalaran teoritis yang sistematis), bukan merupakan suatu
tinjauan historis mengenai perkembangan disiplin ilmu. Pemikiran Berger dan
Luckmann dipengaruhi oleh pemikiran sosiologi lain, seperti Schutzian tentang
fenomenologi, Weberian tentang makna-makna subjektif, Durkhemian – Parsonian
tentang struktur, pemikiran Marxian tentang dialektika, serta pemikiran Herbert
Mead tentang interaksi simbolik.
Asal usul kontruksi sosial dari
filsafat Kontruktivisme, yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif
kognitif. Dalam aliran filsasat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak
Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, dan Plato menemukan akal budi.
Gagasan tersebut semakin konkret setelah Aristoteles mengenalkan istilah,
informasi, relasi, individu, subtansi, materi, esensi, dan sebagainya. Ia
mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dapat
dibuktikan kebenarannya, serta kunci pengetahuan adalah fakta. Ungkapan
Aristoteles ?Cogito ergo sum?, yang artinya ?saya berfikir karena itu
saya ada?, menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan
konstruktivisme sampai saat ini.
Seorang epistemolog dari Italia
bernama Giambatissta Vico, yang merupakan pencetus gagasan-gagasan pokok
Konstruktivisme, dalam ?De Antiquissima Italorum Sapientia?,
mengungkapkan filsafatnya ?Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia
adalah tuan dari ciptaan?. Menurutnya, hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti
alam raya ini karena hanya Ia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa Ia
membuatnya, sementara itu orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah
dikonstruksikannya.
Terdapat 3 (tiga) macam Konstruktivisme, antara lain:
1. Konstruktivisme radikal
Hanya dapat mengakui apa yang
dibentuk oleh pikiran kita, dan bentuknya tidak selalu representasi dunia
nyata. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan
dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak
merefleksi suatu realitas ontologism obyektif, namun sebuah realitas yang
dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi
dari individu yang mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada individu lain
yang pasif.
2. Realisme hipotesis
Pengetahuan adalah sebuah hipotesis
dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan
yang hakiki.
3. Konstruktivisme biasa
Mengambil semua konsekuensi
konstruktivisme, serta memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu.
Pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari realitas
objektif dalam dirinya sendiri.
Dari ketiga macam konstruktivisme
terdapat kesamaan, dimana konstruktivisme dilihat sebagai proses kerja kognitif
individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi
sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di sekitarnya. Kemudian
Individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya
berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya, inilah yang
disebut dengan konstruksi sosial menurut Berger dan Luckmann.
Berger dan Luckman berpendapat bahwa
institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan
dan interaksi manusia, walaupun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata
secara obyektif, namun pada kenyataannya semua dibentuk dalam definisi
subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas dapat terjadi melalui
penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain, yang memiliki definisi
subjektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia
menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu pandangan hidup
menyeluruh yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial, serta memberi
makna pada berbagai bidang kehidupannya.
Menurut Berger & Luckman, terdapat 3 (tiga) bentuk
realitas sosial, antara lain:
1. Realitas Sosial Objektif
Merupakan suatu kompleksitas
definisi realitas (termasuk ideologi dan keyakinan) gejala-gejala sosial,
seperti tindakan dan tingkah laku yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan
sering dihadapi oleh individu sebagai fakta.
2. Realitas Sosial Simbolik
Merupakan ekspresi bentuk-bentuk
simbolik dari realitas objektif, yang umumnya diketahui oleh khalayak dalam
bentuk karya seni, fiksi serta berita-berita di media.
3. Realitas Sosial Subjektif
Realitas sosial pada individu, yang
berasal dari realitas sosial objektif dan realitas sosial simbolik, merupakan
konstruksi definisi realitas yang dimiliki individu dan dikonstruksi melalui
proses internalisasi. Realitas subjektif yang dimiliki masing-masing individu
merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi atau proses
interaksi sosial dengan individu lain dalam sebuah struktur sosial.
Setiap peristiwa merupakan realitas
sosial objektif dan merupakan fakta yang benar-benar terjadi. Realitas sosial
objektif ini diterima dan diinterpretasikan sebagai realitas sosial subjektif
dalam diri pekerja media dan individu yang menyaksikan peristiwa tersebut.
Pekerja media mengkonstruksi realitas subjektif yang sesuai dengan seleksi dan
preferensi individu menjadi realitas objektif yang ditampilkan melalui media
dengan menggunakan simbol-simbol. Tampilan realitas di media inilah yang
disebut realitas sosial simbolik dan diterima pemirsa sebagai realitas sosial
objektif karena media dianggap merefleksikan realitas sebagaimana adanya.
Berger & Luckmann berpandangan
bahwa kenyataan itu dibangun secara sosial, dalam pengertian individu-individu
dalam masyarakat yang telah membangun masyarakat, maka pengalaman individu
tidak dapat terpisahkan dengan masyarakat. Manusia sebagai pencipta kenyataan
sosial yang objektif melalui 3 (tiga) momen dialektis yang simultan, yaitu
:
1. Eksternalisasi
Merupakan usaha pencurahan atau
ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik.
Proses ini merupakan bentuk ekspresi diri untuk menguatkan eksistensi individu
dalam masyarakat. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai produk manusia (Society
is a human product).
2. Objektivasi
Merupakan hasil yang telah dicapai
(baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia), berupa
realitas objektif yang mungkin akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai
suatu faktisitas yang berada diluar dan berlainan dari manusia yang
menghasilkannya (hadir dalam wujud yang nyata). Pada tahap ini masyarakat
dilihat sebagai realitas yang objektif (Society is an objective reality)
atau proses interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau
mengalami proses institusionalisasi.
3. Internalisasi
Merupakan penyerapan kembali dunia
objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa, sehingga subjektif individu
dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang
telah terobjektifikasi akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar
kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui
internalisasi manusia menjadi hasil dari masyarakat (Man is a social product).
Eksternalisasi, objektifikasi dan
internalisasi adalah dialektika yang berjalan simultan, artinya ada proses
menarik keluar (eksternalisasi) sehingga seakan-akan hal itu berada di luar
(objektif) dan kemudian terdapat proses penarikan kembali ke dalam
(internalisasi) sehingga sesuatu yang berada di luar tersebut seakan-akan
berada dalam diri atau kenyataan subyektif. Pemahaman akan realitas yang
dianggap objektif pun terbentuk, melalui proses eksternalisasi dan objektifasi,
individu dibentuk sebagai produk sosial. Sehingga dapat dikatakan, setiap
individu memiliki pengetahuan dan identitas sosial sesuai dengan peran
institusional yang terbentuk atau yang diperankannya.
Gagasan Berger dan Luckman tentang
konstruksi sosial, berlawanan dengan gagasan Derrida ataupun Habermas dan
Gramsci. Kajian-kajian mengenai realitas sosial dapat dilihat dengan cara
pandang Derrida dan Habermas, yaitu dekonstruksi sosial atau Berger dan
Luckmann, yaitu menekankan pada konstruksi sosial.
Kritis Teori Konstruksi Realitas Sosial dalam Studi
Kasus
Basis sosial teori konstruksi realitas
sosial adalah masyarakat transisi-modern sekitar tahun 1960-an, dimana pada
saat itu media massa belum menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk
dibicarakan. Faktor media massa televisi dalam konstruksi sosial ini tidak
dimasukkan sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi
realitas sosial, tidak pernah terpikirkan oleh Berger dan Luckmann dalam
gagasan konstruksi sosialnya, karena pada saat teori itu dibentuk, konteks
sosial tidak melihat bahwa media massa akan berkembang seperti saat ini.
Meskipun sejak semula telah disadari bahwa individu juga merupakan kekuatan
konstruksi sosial media massa yang tetap saja memiliki kemampuan mengkonstruksi
realitas sosial dan keputusan masyarakat. Sehingga teori ini menjadi kurang
relevan ketika fenomena media massa menjadi sangat substantive dalam proses
eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.
Realitas iklan televisi membentuk
pengetahuan pemirsa tentang citra sebuah produk. Keputusan konsumen memilih
atau tidak terhadap suatu produk, semata-semata bukan karena spesifik yang
telah terjadi, namun sebenarnya keputusan itu terjadi karena peran konstruksi
sosial media massa yang diskenario oleh pencipta iklan televisi. Pada
kenyataannya konstruksi sosial atas realitas berlangsung lamban, membutuhkan
waktu lama, bersifat spasial, dan berlangsung secara hierarkis-vertikal, dimana
konstruksi sosial berlangsung dari pimpinan kepada bawahannya, pimpinan kepada
massanya, guru kepada muridnya, orang tua kepada anaknya, dan sebagainya.
Ketika masyarakat semakin modern,
teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan
Luckmann ini memiliki kelemahan, dengan kata lain tidak mampu menjawab
perubahan zaman, karena masyarakat berubah menjadi masyarakat modern dan
postmodern. Dengan demikian hubungan sosial antara individu dengan kelompoknya,
pimpinan dengan kelompoknya, orang tua dengan anggota keluarganya menjadi
sekunder-rasional. Hubungan-hubungan sosial primer dan semisekunder hampir
tidak ada lagi dalam kehidupan masyarakat modern dan postmodern. Dengan
demikian, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger
dan Luckmann menjadi tidak bermakna lagi.
Walaupun sekarang teori ini menjadi
kurang relevan karena mengabaikan media massa yang memiliki peran semakin
substantive, namun sebagai pemikiran yang berakar pada tradisi fenomenologi,
Berger dan Luckmann telah menyumbangkan gagasan yang signifikan dalam upaya
membangun teori-teori sosiologi pengetahuan (sociology of knowledge) yang
juga dapat dirujuk oleh bidang ilmu Desain.
0 comment:
Posting Komentar